ROKOK ADALAH KEHIDUPAN
Tak pernah terbesit di pikiran pak yadi untuk menjadi tukang rokok keliling. Hanya demi asap dapur tetap mengebul beliau pun melakukan pekerjan ini, setelah di PHK dari karyawan pabrik.
Malam dikawasan depan istana Negara Yogyakarta terasa ramai seperti hari-hari biasanya. Hilir mudik kendaraan bermotor baik kendaraan pribadi maupun bus-bus pariwisata, becak, kereta kuda maupun pejalan kaki saling bergantian melewati jalan-jalan di kawasan ini. Daerah ini sebenarnya lebih dikenal sebagai kawasan “nol kilometer” . Hal ini dikarenakan pusat ukur jarak tempat, ataupun kota-kota di kawasan Yogyakarta berasal dari titik ini. Tepatnya di perempatan depan kantor pos ataupun depan monumen serbuan satu maret. Dikawasan ini merupakan tempat yang banyak digunakan warga yogyakaerta maupun wisatawan untuk menikamati malam di kota Yogyakarta. Kawasan ini memang sangat sering digunakan untuk soting film, berfoto-foto ataupun bersenda gurau dengan teman-teman. Bayak juga komunitas-komunitas yang berkumpul di sini untuk sharing-sharing.
Di sela hiruk-pikuk keramaian kawasan nol kilometer, terdapat sesorang yang tidak henti-hentinya berjalan dan menawarkan barang dagangannya. Sekali-kali bapak itu berhanti untuk melayani konsumennya dengan sbar dan penuh senyum. Bapak tersebut bernama Pak Yadi (45) yang sering menjajakan rokok dagangannya dengan membawa tas yang di buat sedemikian rupa agar dapat digunakan untuk menempatkan rokok. Pak yadi menjajakan dagangannya di sekitar kawasan nol kilometer sejak 8 tahun yang lalu. Setelah berbincang-bincang sejenak sambil sesekali pak yadi menghisap rokok di sela-sela jemarinya, bapak menceritakan sedikit tentang hidupnya. Sebelum bekerja sebagai pedagang rokok bapak dulunya adalah seorang karyawan pabrik sepatu di Gresik, Jawa Timur, namun karena krisis ekonomi yang melanda negri ini bapak terpaksa di PHK oleh pabrik tersebut. Setelah di PHK bapak hanya bekerja serabutan dan pada akhirnya menjajakan rokok keliling di kawasan ini.
Setiap hari bapak dua orang anak ini berjalan dari rumahnya di kawasan bantaran kali code untuk menjajakan dagangannya. Mulai sore hari pak yadi sudah mulai menjajakan rokoknya di kawasan ini. Hasil yang di dapatkan setiap malam tidak pasti dari Rp 20.000-Rp40.000kalau ramai. Di sela-sela pembicaraan saya pun bertanya, apakaha cukup pak untuk kehidupan sehari-hari?, “ya dicukup –cukupin mas, nahwong saya harus mengidupi anak-anak saya yang masih sekolah, sedangkan ibune cuma buruh cuci. Dari pada nganggur di rumah mendingan dodol ngeneki mas” ujar pak yadi yang menjawab dengan logat bahasa jawanya sambil tersenyum dan mengeluarkan asap rokok dari mulutnya.
Tak pernah terbesit di pikiran pak yadi untuk menjadi tukang rokok keliling. Hanya demi asap dapur tetap mengebul beliau pun melakukan pekerjan ini, setelah di PHK dari karyawan pabrik.
Malam dikawasan depan istana Negara Yogyakarta terasa ramai seperti hari-hari biasanya. Hilir mudik kendaraan bermotor baik kendaraan pribadi maupun bus-bus pariwisata, becak, kereta kuda maupun pejalan kaki saling bergantian melewati jalan-jalan di kawasan ini. Daerah ini sebenarnya lebih dikenal sebagai kawasan “nol kilometer” . Hal ini dikarenakan pusat ukur jarak tempat, ataupun kota-kota di kawasan Yogyakarta berasal dari titik ini. Tepatnya di perempatan depan kantor pos ataupun depan monumen serbuan satu maret. Dikawasan ini merupakan tempat yang banyak digunakan warga yogyakaerta maupun wisatawan untuk menikamati malam di kota Yogyakarta. Kawasan ini memang sangat sering digunakan untuk soting film, berfoto-foto ataupun bersenda gurau dengan teman-teman. Bayak juga komunitas-komunitas yang berkumpul di sini untuk sharing-sharing.
Di sela hiruk-pikuk keramaian kawasan nol kilometer, terdapat sesorang yang tidak henti-hentinya berjalan dan menawarkan barang dagangannya. Sekali-kali bapak itu berhanti untuk melayani konsumennya dengan sbar dan penuh senyum. Bapak tersebut bernama Pak Yadi (45) yang sering menjajakan rokok dagangannya dengan membawa tas yang di buat sedemikian rupa agar dapat digunakan untuk menempatkan rokok. Pak yadi menjajakan dagangannya di sekitar kawasan nol kilometer sejak 8 tahun yang lalu. Setelah berbincang-bincang sejenak sambil sesekali pak yadi menghisap rokok di sela-sela jemarinya, bapak menceritakan sedikit tentang hidupnya. Sebelum bekerja sebagai pedagang rokok bapak dulunya adalah seorang karyawan pabrik sepatu di Gresik, Jawa Timur, namun karena krisis ekonomi yang melanda negri ini bapak terpaksa di PHK oleh pabrik tersebut. Setelah di PHK bapak hanya bekerja serabutan dan pada akhirnya menjajakan rokok keliling di kawasan ini.
Setiap hari bapak dua orang anak ini berjalan dari rumahnya di kawasan bantaran kali code untuk menjajakan dagangannya. Mulai sore hari pak yadi sudah mulai menjajakan rokoknya di kawasan ini. Hasil yang di dapatkan setiap malam tidak pasti dari Rp 20.000-Rp40.000kalau ramai. Di sela-sela pembicaraan saya pun bertanya, apakaha cukup pak untuk kehidupan sehari-hari?, “ya dicukup –cukupin mas, nahwong saya harus mengidupi anak-anak saya yang masih sekolah, sedangkan ibune cuma buruh cuci. Dari pada nganggur di rumah mendingan dodol ngeneki mas” ujar pak yadi yang menjawab dengan logat bahasa jawanya sambil tersenyum dan mengeluarkan asap rokok dari mulutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar